Ah, aku mulai terserang rindu tentang kapur tulis dan papan tulis hitam. Rasanya nyata sekali sejoli ini mencerdaskan pencerdas dan yang dicerdaskan dahulu.
Kini, kita terlalu dimewahkan, bukan? Sampai lupa bahwa bubuk serpihannya yg dianggap debupun mampu melahirkan pencerdas sejati.
Aih,, sombong sekali kita, sekonyong2 membuangnya begitu saja. Lupakah kita ia pernah menjadi penambal setiap lobang terawang antar membran pencerdas?
Aku ingat ejaan tulisan tegak bersambung mampu kuukir dikertasku, perpaduan angka pun mampu kuciptakan, aku pun lantang membaca, bahkan hari ini siapa yang tak terkena imbas keharusan itu.
Berani kukatakan, itu tak lebih sederhana dari mereka yg dicerdaskan di pasir, digubuk tanpa kertas dan papan tulis hitam, tapi aku dulu merasa luar biasa dan diluarbiasakan oleh kapur tulis dan papan tulis hitam yang hari ini langka kutemukan.
No comments:
Post a Comment
Thanks For Comment