Ah... Dengarlah Dunia...
Aku sang putra daerah tanah kelahiranku.
Miris sekali saat aku memperkenalkan daerah
asalku dengan wajah bingung dari lawan bicaraku.
Menyedihkan sekali saat aku menerakan
“Sumatera Barat” sebagai kata penjelas dari tanah kelahiranku.
Aku bukan koki Rumah Makan Padang, aku
juga bukan guide di Jam Gadang Bukittinggi dan Ngarai Sianok, aku juga bukan
pemanjat tebing Lembah Harau. Tapi akulah sang anak tanah kelahiranku,
PAYAKUMBUH.
Aku tak berani menceritakan apa – apa
tentangmu Ranah Minang, sungguh tak berani.. Terlahir dengan gelar “bipatride”
sepertiku, mengakuimu yang penuh kultur leluhur
adalah –ketakutan-tersendiri bagiku.. Cukuplah,, aku takut menodai
citramu karena aku telah melangkah jauh meninggalkan satu persatu sulaman
leluhur, kecuali satu kata –Merantau-. Jika Minang masih mengakuiku sebagai bagian
dari mereka aku akan berterima kasih dan menyudahinya dengan maaf gelar itu aku
sandang dengan kelalaian.
Bagiku, alam pertama yang ditatap mataku
adalah kampungku, kampungku bukan tanah asal Ayah, juga bukan tempat ninik
mamak dari Ibuku. Tapi lebih tepatnya kampung halamanku adalah tanah
kelahiranku.
Aku yang besar di Payakumbuh dan
Payakumbuhlah yang membesarkanku. Jadi tidak secuilpun keinginanku meng-Kota-kan
diriku jika memang aku harus dipanggil sang anak daerah. Biarlah...Asal jangan
mengubah identitasku.
Wahai Dunia... Silahkan kau panggil aku
anak derah...
Tapi jangan pernah menyemukan tanah
kelahiranku, menyemukan kampung halamanku...
Dan sedikitpun tidak aku ingin
men-chauvinisme-kan pemahamanku, hanya saja aku ingin tatapan paham akan tanah
kelahiranku.
Dan terima kasih Dunia, telah
mendengarkanku.