Tidak
jauh jembatan itu akan ada pertigaan pertama di sebelah kiri jalan, jalannya
hanya selebar dua meter mungkin dan berbatu krikil. Ada lebih dari dua ratus
kepala keluarga yang memilih hidup
di perkampungan yang luasnya tidak lebih dari dua hetar itu.
Jika
langit mulai menjadi abu-abu tua, ibu – ibu mulai berteriak pada anak-anak gadis mereka untuk
membereskan perkekas di halaman rumah dan jemuran yang belum kering, bahkan
sampai pekak telinga sang kepala dusun saat hampir semua warga minta kapan
mereka bebas dari banjir bulanan. Lain lagi jika adzan berkumandang, tidak ada
gaduh sedikitpun kecuali suara semak yang dilewati kadal – kadal coklat tua
ditepi masjid. Bocah-bocah muslim kapung tak ubahnya itik pulang ke kandangnya
saat mereka selesai mengaji. Kwek ... Kwek ... Apalagi kalau bukan sendok nasi
dalam kepala mereka.
Aku
pernah mendapat cerita konyol dari Ikhlas, tentang Niko sahabatnya yang bermata
sipit, dan merupakan keturunan Cina. Namun sayang sekali, kulitnya telah
gelap dan hanya bagian tertentu saja
terang seperi bagian yang tertutup tali singgletnya. Keluarga Niko sangat taat
pada agama, berkali-kali Niko memintan Ikhlas menunggu di teras greja kota
sebelum mereka mencari cacing untuk umpan pancingan. Belumlah lama rasanya Niko
masuk greja ia sudah menarik tangan Ikhlas dan mengajak Ikhlas berlari ke tepi
kali pinggir desa. Sudah barang pasti Ibu Niko marah dan langsung terbirit
–birit langkahnya mengejar Niko.
“Kembali
Kau, Niko. Atau Ibu tak bukakan pintu nanti sore”, teriaknya di depan greja.
Kali ini ia tak peduli akan pengunjung greja yang melihat ke arahnya.
“Tenag,
lima ekor ikan untuk Ibu” balas niko tanpa menoleh lagi. Ada yang menertawakan,
lucunya Ayah Niko hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah ibu beranak itu.
Bagaimanapun kisah-kisah tentang orang tua sudahlah lebih dari cerita
peri-perian gadis-gedis kecil, saat Niko pulang akan ada hadiah menarik yaitu sepiring
nasi lengkap dengan lauknya, ceramah agama dari ayahnya, dan tumpukan
botol-botol yang harus dipilahnya dalam karung-karung hasil pulungan Ayahnya. Kepala
Niko telah tertunduk hari itu.
No comments:
Post a Comment
Thanks For Comment