Sunday, September 29, 2013

CAPTER I (BOCAH TEPI KALI)

Tidak jauh jembatan itu akan ada pertigaan pertama di sebelah kiri jalan, jalannya hanya selebar dua meter mungkin dan berbatu krikil. Ada lebih dari dua ratus kepala keluarga  yang memilih hidup di perkampungan yang luasnya tidak lebih dari dua hetar itu.
Jika langit mulai menjadi abu-abu tua, ibu – ibu mulai berteriak pada anak-anak gadis mereka untuk membereskan perkekas di halaman rumah dan jemuran yang belum kering, bahkan sampai pekak telinga sang kepala dusun saat hampir semua warga minta kapan mereka bebas dari banjir bulanan. Lain lagi jika adzan berkumandang, tidak ada gaduh sedikitpun kecuali suara semak yang dilewati kadal – kadal coklat tua ditepi masjid. Bocah-bocah muslim kapung tak ubahnya itik pulang ke kandangnya saat mereka selesai mengaji. Kwek ... Kwek ... Apalagi kalau bukan sendok nasi dalam kepala mereka.
Aku pernah mendapat cerita konyol dari Ikhlas, tentang Niko sahabatnya yang bermata sipit, dan merupakan keturunan Cina. Namun sayang sekali, kulitnya telah gelap  dan hanya bagian tertentu saja terang seperi bagian yang tertutup tali singgletnya. Keluarga Niko sangat taat pada agama, berkali-kali Niko memintan Ikhlas menunggu di teras greja kota sebelum mereka mencari cacing untuk umpan pancingan. Belumlah lama rasanya Niko masuk greja ia sudah menarik tangan Ikhlas dan mengajak Ikhlas berlari ke tepi kali pinggir desa. Sudah barang pasti Ibu Niko marah dan langsung terbirit –birit langkahnya mengejar Niko.
“Kembali Kau, Niko. Atau Ibu tak bukakan pintu nanti sore”, teriaknya di depan greja. Kali ini ia tak peduli akan pengunjung greja yang melihat ke arahnya.
“Tenag, lima ekor ikan untuk Ibu” balas niko tanpa menoleh lagi. Ada yang menertawakan, lucunya Ayah Niko hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah ibu beranak itu. Bagaimanapun kisah-kisah tentang orang tua sudahlah lebih dari cerita peri-perian gadis-gedis kecil, saat Niko pulang akan ada hadiah menarik yaitu sepiring nasi lengkap dengan lauknya, ceramah agama dari ayahnya, dan tumpukan botol-botol yang harus dipilahnya dalam karung-karung hasil pulungan Ayahnya. Kepala Niko telah tertunduk hari itu. 

No comments:

Post a Comment

Thanks For Comment