Sunday, May 26, 2013

Ya Allah, Aku Mohon Sembuhkan Papa


Untuk Papa
Masih lekat dingatan ku, Pa..
Dulu, dulu sekali. Papa bilang untuk tidak mempertontonkan kesedihanku, masalahku pada orang lain, cukup aku dan Allah yang tau. Karena menurutmu itu sebenarnya sebuah ketegaran.
Maaf, hari ini aku ingin menuliskannya, Pa. Mungkin tidak ada satupun yang dapat mewakili apa yang aku rasakan saat toots-toots keyboard ini aku tekan. Karena jauh di dalam sini aku sangat ingin kesembuhan Papa. Aku ingin Papa mengelar cerita apapun dengan jelas, aku ingin Papa bisa mengendarai motor lagi, aku ingin namaku disebut tanpa ada yang lupa, aku ingin Papa sembuh dan bisa menyediakan paha Papa untuk aku tiduri saat diperjalanan pulang ke rumah. Aku rindu Papa benar-benar-benar rindu Papa.
Papa, ia mungkin tidak sesempurna kisah – kisah Luqman, tapi ia adalah manusia yang membuat aku menangis berhari-hari , karena begitu banyak yang ia berikan tapi sedikitpun belum bisa aku balas. Bahkan saat Papa terbaring sakit, sedikitpun belum tersentuh tanganku padahal dari kecil dialah yang membimbing tanganku. Egois sekali anakmu ini Pa, jaminan apa yang tersaji di depan sampai relanya aku bertahan disini. Aku rindu rumah, rindu kita bersama di meja makan.
Dari sekian banyak momen masa kecilku dengan Papa, aku sangat ingat saat Papa dayung sepeda unguku(kelas  4 SD), sementara aku duduk di belakang. Saat itu Papa akan berangkat ke Padang, sederhana sekali sore itu, aku mengantar Papa dengan sepeda ke Pakan Sinayan (2 km dari rumahku). Aku ingat wanti-wantinya untuk hati-hati pulang.
Pa, hari itu di Bukittinggi, Aku aturkan maaf hari ini karena udiknya aku belum sempat aku katakan. Sungguh tidak bermaksud aku tidak mencium tanganmu saat mengantarkanku ke kos. Besar rasa bersalahku, saat belum penuh matahari muncul, aku sudah diantarkan dengan motor ke Bukittinggi dari payakumbuh, tetapi sampai di kos, aku hanya masuk tanpa salam terlebih dulu.
Adakah kau benar-benar sedih saat itu Pa? apa aku terlihat begitu angkuh? Sungguh aku menangis sejadinya hari itu, Pa. Saat itu aku masuk dan berniat menerima tawaran Papa untuk diantar ke tempat bimbel, tapi saat aku keluar rumah tidak ada siapa-siapa lagi. Papa pulang, dan aku belum mencium tanganmu. Aku merasa durhaka hari itu, sampai-sampai di waktu pulangku di angkot, aku habiskan dengan menangis.
Pa, aku masih berharap Papa menjemputku di bandara esok, aku sangat berharap untuk Juli esok, Pa. Januari lalu, Papa bilang, untuk tidak melarangmu menjalankan fungsimu sebagai orang tua selagi kondisimu masih sehat. Dan benar saja, aku nyaman tertidur di pahamu saat itu. Aku terhayak mengingatnya. Kalau kepulanganku Januari lalu ke Sumbar untuk mengajak keluarga kita jalan-jalan seperti dulu, sekarang tidak lagi Pa, aku ingin benar-benar menemanimu latihan jalan, membantumu latihan berbicara (insyaAllah).
 Tidak ada yang mengerti tentang kesempurnaan selain Sang Pencipta, bahkan Papa dan Aku pun tidak. Allah, izinkan Papa sembuh, aku mohonkan ampun atas dosa beliau, Jagakan beliau untuk kami, sehatkan Papa. Aku mohon. Sehatkan beliau.
Allah, beri aku kesempatan pulang, beri aku kesempatan memeluk Papa, beri aku kesempatan memperbaiki begitu banyak dosaku padanya. Aku tidak ingin Papa meringis kesakitan, tapi tidak satupun anaknya disampingnya.

Pa, anakmu menangis,
Aku bukan tak tegar,
Aku mengis karena aku rindu,
Benar-benar rindu Papa.
Allah,
Izinkan aku pulang
Izinkan aku berkumpul dengan keluargaku
Aamiin



No comments:

Post a Comment

Thanks For Comment