Mengingat kembali percakapan Allah dengan para malaikat tatkala hendak menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi Allah ini yang tergambar jelas di dalam Al- Quran surat Al- Baqarah : 30. Bukankah para malaikat telah mempertanyakan kehadiran manusia yang akan membuat pertumpahan darah sementara malaikat senantiasa bertasbih memuji Allah. Namun tetaplah Allah yang Maha Mengetahui. Keraguan malaikat terjawab saat terjadi malapetaka pertama di bumi Allah ini, yaitu pembunuhan terhadap Habil, putra Adam a.s, namun itu lebih kepada hilangnya rasa cinta dan kesalahan dalam memaknai kata cinta itu sendiri.
Bahkan sejarah sebagai lingkaran yang berputar mundur telah menyajikan berbagai macam hal-hal yang menakjubkan pun terukir karena besarnya rasa cinta dengan objek yang beragam tentunya. Apakah itu rasa penghambaan atau impian akan hidup tentram dan damai bahkan kekuasaan sekalipun.
Agama saya, ISLAM, mengajarkan tentang bagaimana sebenarnya kecintaan manusia kepada Zat yang luar biasa, yaitu Allah SWT. Berangkat dari kecintaan itulah akan bermuara pada seluruh aktivitas hamba- hamba-Nya. Bahkan kecintaan kepada Allah menjadi takaran aktivitas itu sebagai sesuatu yang bernilai amal atau bukan. Ini lebih akrab dengan sebutan keridhan Allah.
Manusiawi memang ketika kita mencintai perdamaian, kejujuran, keindahan, keadilan, kebijaksanaan dan sifat – sifat baik lainnya serta membenci kekerasan, kebohongan, pertikaian dan sifat – sifat buruk lainnya. Hal itu terjadi karena manusia terlahir dilengkapi dengan nurani yang tidak mampu berdusta bahwa manusia mencintai kebaikan dan membenci keburukan. Nurani ini pun telah mampu menjadi takaran dari nilai suatu tindakan. Dan itulah sebenarnya yang akan diajarkan oleh setiap agama yang diturunkan Allah di bumi ini, bahkan agama ardi (bumi) pun mengajarkan tentang nilai – nilai kebaikan dan keburukan. Agama yang pada dasarnya dipelajari oleh mereka yang berada pada taraf tertentu sesuai eranya melalui Orang Pilihan yang dipilih Allah untuk mereka, serta dilengkapi dengan Petunjuk yang disesuaikan (sekali lagi) dengan masanya. Dan umat Islam percaya itu tak lain karena Al-Quran dengan sifat – sifatnya telah menjelaskan bagaimana sejarah - sejarah terdahulu diskenariokan secara apik.
Ada satu hal yang sangat menarik sebagai muara dari catatan ini adalah kata “TAUHID”. Ketika kita mengingat kembali Nabi Ibrahim a.s yang namanya insya Allah akan selalu dishalawatkan ketika umat Islam masih melaksanakan shalat, kita akan mengingat bagaimana permohonannya kepada Allah agar diberikan keturunan, (bukan hanya sekedar keturunan tetapi lebih kepada keturunan yang shalih) yang shalih. Kemudian dengan perumpamaan bintang di langit Allah janjikan keturunan padanya. Dan seperti yang kita ketahui sebagian besar dari Orang – Orang Pilihan Allah yang memiliki umat – umat tersendiri adalah keturunan dari Nabi Ibrahim a.s. Tidak hanya itu, jauh sebelum Ibrahim a.s pun yaitu Adam a.s ada satu kajian yang tidak pernah berubah sampai Nabi dan Rasul akhir zaman, Muhammad SAW adalah, bagaimana umat manusia dapat menghambakan diri dan me-Mahakan Rabbnya, Allah SWT, atas dasar cinta yang haqiqi.